Senin, 17 Februari 2014

MENGUTAK-ATIK PUZZLE DALAM RANGKAIAN KISAH MANUSIA, Resensi Buku oleh Yuditeha di Solopos Minggu 16 Februari 2014


Judul                : Enigma
Penulis             : Yudhi Herwibowo
Penerbit           : Grasindo (Pilihan PSA)
Cetakan/tahun  : Pertama/2013
Halaman           : vi + 224 halaman

    Membaca Enigma seperti kita sedang bermain puzzle. Gambar masing-masing potongan puzzle itu tidak ada yang sama namun sangat berkaitan. Dalam Enigma, kisah-kisah yang didedahkan oleh kelima tokoh (Hasha, Isara, Patta, Chang dan Goza) ibarat potongan-potongan bergambar dalam sebuah puzzle itu.
    Pikiran dan perasaan kita pada awal membaca Enigma seperti halnya pikiran dan perasaan kita pada awal kita menyusun sebuah puzzle. Kita masih menerka-terka bagaimana wujud dari gambar puzzle itu secara utuh. Tapi dari gambar potongan-potongan itu kita sedikit demi sedikit akan tahu gambar apa itu nantinya. Namun begitu jika puzzle itu belum lengkap tersusun kita tidak akan mengerti bagaimana gambar itu sebenarnya.
    Bedanya saat kita menyusun puzzle dengan membaca Enigma adalah ketika kita telah berhasil menyusun sebuah puzzle otomatis kita mendapatkan informasi lengkap mengenai gambar itu. Sedangkan dalam Enigma, saat kita selesai membacanya kita bukan saja akan tahu ceritanya tapi yang lebih mengasyikan kita seperti diberi sebuah sisa celah kecil yang membuat pembaca dapat berimajinasi - mungkin sebuah gambaran lain dan inilah yang menjadikan novel ini terasa istimewa.
    Sekilas tentang sebagian inti cerita adalah tentang "perang" dalam sebuah persahabatan. Apa pun bentuknya yang namanya perang akan selalu membawa kita dalam kesunyian. Penulis Enigma seakan tak membantah dengan kenyataan tersebut dan dia berhasil menghadirkan "perang" itu dalam wujud yang lain, yaitu perang dalam persahabatan. "Perang" dalam Enigma juga membawa salah satu tokohnya yaitu Isara masuk dalam kesunyian itu. Isara sebagai salah satu tokoh yang dapat melihat jalan hidup yang lainnya, akhirnya mendapati kesunyian kala teman-temannya pergi.
    Merasa bosan adalah suasana hati yang pasti pernah dialami oleh setiap orang. Tak terkecuali disaat kita sedang membaca sebuah novel. Jika kita membaca sebuah novel dan merasa tidak segera mendapati hal yang menarik di dalamnya, rasa bosan bisa saja datang dengan tiba-tiba. Tapi hal itu tidak berlaku bagi novel Enigma ini. Mungkin salah satu alasan penulis agar pembaca tidak merasa bosan adalah menuliskannya dengan teknik ini - menceritakan kisah dengan sudut pandang yang terus berganti. Dimulai dari sudut pandang Hasha, lalu Isara, berganti Chang, Patta dan Goza, begitu seterusnya. Inilah yang saya ibaratkan sebuah potongan-potongan gambar dalam sebuah puzzle. Dan yang membuat menarik lagi novel ini, di setiap awal bab selalu ada pengantar yang menceritakan kisah yang dialami Isara bersama Marga, kakaknya. Kisah-kisah yang terjadi di sebuah bangunan tua semasa mereka kecil, dimana suatu ketika Marga meninggal di sana. Hal itu membuat Isara trauma dan pada bagian menjelang akhir cerita diketahui kisah itulah yang mendasari Isara mendapatkan bayangan-bayangan peristiwa masa depan dari diri seseorang yang tangannya sempat dipegangnya. Mengikuti alur cerita novel ini terkadang bolak-balik tapi justru itulah yang membuat kita tak terbersit sedikit pun untuk merasa bosan. Mengalir dengan indah dan kadang menegangkan.
    Yang mengejutkan dari novel ini adalah ketika kita membaca narasi-narasi untuk tokoh Goza. Rasanya kaget juga ketika membaca narasi-narasi hot itu muncul dari penulis ganteng yang kalem ini. Tapi lagi-lagi itulah salah satu keberhasilan usahanya untuk menciptakan tokoh-tokoh yang berkarakter kuat dalam ceritanya.
    Satu lagi, membaca Enigma mampu membuat kita penasaran dan seakan memancing kita ingin tahu lebih banyak tentang tempat-tempat yang disebutkan di dalamnya. Seperti misalnya Nonongan, Gladak, Sriwedari, Den Hag Cafe, Cafe Untung Surapati dan Gedung Dharma Wanita. Terlebih untuk satu tempat yang menjadi sentral pertemuan para tokoh itu, yaitu warung lotek dekat Kanisius. Untuk tempat yang satu ini bahkan rasa penasaran yang dimunculkan sampai pada tingkat menciptakan keinginan untuk melihat tempat itu dalam kenyataannya. Terlebih saya, Jika ada kesempatan pergi ke Yogyakarta, saya akan sempatkan melihat warung lotek di dekat Kanisius itu.
    Jadi, mengapa anda belum membacanya? Saran di saat anda membacanya. Bersabarlah dan jangan tergesa-gesa. Selesaikan membaca sampai akhir dan anda akan tahu keindahan gambar apa yang tertera dalam puzzle Enigma ini.
 
Selamat buat Mas YudhiHer.

Yuditeha
Aktif di Komunitas Sastra Alit Surakarta