foto2 oleh oki
Enigma
Sabtu, 22 Maret 2014
Grasindo Goes to Jogja: Meet & Greet, Sabtu 22 Maret 2014
bersama
Cancut Marut - Edotz Herjunot
Enigma - Yudhi Herwibowo
Eldar -
K.A.Z_Violin
Phobia - Flazia
Dear Gita -
Tafrid Huda
Pokoknya Aku Suka Kamu - Kinosyan
Senin, 17 Februari 2014
MENGUTAK-ATIK PUZZLE DALAM RANGKAIAN KISAH MANUSIA, Resensi Buku oleh Yuditeha di Solopos Minggu 16 Februari 2014
Judul : Enigma
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Grasindo (Pilihan PSA)
Cetakan/tahun : Pertama/2013
Halaman : vi + 224 halaman
Membaca Enigma seperti kita sedang bermain puzzle. Gambar masing-masing potongan puzzle itu tidak ada yang sama namun sangat berkaitan. Dalam Enigma, kisah-kisah yang didedahkan oleh kelima tokoh (Hasha, Isara, Patta, Chang dan Goza) ibarat potongan-potongan bergambar dalam sebuah puzzle itu.
Pikiran dan perasaan kita pada awal membaca Enigma seperti halnya pikiran dan perasaan kita pada awal kita menyusun sebuah puzzle. Kita masih menerka-terka bagaimana wujud dari gambar puzzle itu secara utuh. Tapi dari gambar potongan-potongan itu kita sedikit demi sedikit akan tahu gambar apa itu nantinya. Namun begitu jika puzzle itu belum lengkap tersusun kita tidak akan mengerti bagaimana gambar itu sebenarnya.
Bedanya saat kita menyusun puzzle dengan membaca Enigma adalah ketika kita telah berhasil menyusun sebuah puzzle otomatis kita mendapatkan informasi lengkap mengenai gambar itu. Sedangkan dalam Enigma, saat kita selesai membacanya kita bukan saja akan tahu ceritanya tapi yang lebih mengasyikan kita seperti diberi sebuah sisa celah kecil yang membuat pembaca dapat berimajinasi - mungkin sebuah gambaran lain dan inilah yang menjadikan novel ini terasa istimewa.
Sekilas tentang sebagian inti cerita adalah tentang "perang" dalam sebuah persahabatan. Apa pun bentuknya yang namanya perang akan selalu membawa kita dalam kesunyian. Penulis Enigma seakan tak membantah dengan kenyataan tersebut dan dia berhasil menghadirkan "perang" itu dalam wujud yang lain, yaitu perang dalam persahabatan. "Perang" dalam Enigma juga membawa salah satu tokohnya yaitu Isara masuk dalam kesunyian itu. Isara sebagai salah satu tokoh yang dapat melihat jalan hidup yang lainnya, akhirnya mendapati kesunyian kala teman-temannya pergi.
Merasa bosan adalah suasana hati yang pasti pernah dialami oleh setiap orang. Tak terkecuali disaat kita sedang membaca sebuah novel. Jika kita membaca sebuah novel dan merasa tidak segera mendapati hal yang menarik di dalamnya, rasa bosan bisa saja datang dengan tiba-tiba. Tapi hal itu tidak berlaku bagi novel Enigma ini. Mungkin salah satu alasan penulis agar pembaca tidak merasa bosan adalah menuliskannya dengan teknik ini - menceritakan kisah dengan sudut pandang yang terus berganti. Dimulai dari sudut pandang Hasha, lalu Isara, berganti Chang, Patta dan Goza, begitu seterusnya. Inilah yang saya ibaratkan sebuah potongan-potongan gambar dalam sebuah puzzle. Dan yang membuat menarik lagi novel ini, di setiap awal bab selalu ada pengantar yang menceritakan kisah yang dialami Isara bersama Marga, kakaknya. Kisah-kisah yang terjadi di sebuah bangunan tua semasa mereka kecil, dimana suatu ketika Marga meninggal di sana. Hal itu membuat Isara trauma dan pada bagian menjelang akhir cerita diketahui kisah itulah yang mendasari Isara mendapatkan bayangan-bayangan peristiwa masa depan dari diri seseorang yang tangannya sempat dipegangnya. Mengikuti alur cerita novel ini terkadang bolak-balik tapi justru itulah yang membuat kita tak terbersit sedikit pun untuk merasa bosan. Mengalir dengan indah dan kadang menegangkan.
Yang mengejutkan dari novel ini adalah ketika kita membaca narasi-narasi untuk tokoh Goza. Rasanya kaget juga ketika membaca narasi-narasi hot itu muncul dari penulis ganteng yang kalem ini. Tapi lagi-lagi itulah salah satu keberhasilan usahanya untuk menciptakan tokoh-tokoh yang berkarakter kuat dalam ceritanya.
Satu lagi, membaca Enigma mampu membuat kita penasaran dan seakan memancing kita ingin tahu lebih banyak tentang tempat-tempat yang disebutkan di dalamnya. Seperti misalnya Nonongan, Gladak, Sriwedari, Den Hag Cafe, Cafe Untung Surapati dan Gedung Dharma Wanita. Terlebih untuk satu tempat yang menjadi sentral pertemuan para tokoh itu, yaitu warung lotek dekat Kanisius. Untuk tempat yang satu ini bahkan rasa penasaran yang dimunculkan sampai pada tingkat menciptakan keinginan untuk melihat tempat itu dalam kenyataannya. Terlebih saya, Jika ada kesempatan pergi ke Yogyakarta, saya akan sempatkan melihat warung lotek di dekat Kanisius itu.
Jadi, mengapa anda belum membacanya? Saran di saat anda membacanya. Bersabarlah dan jangan tergesa-gesa. Selesaikan membaca sampai akhir dan anda akan tahu keindahan gambar apa yang tertera dalam puzzle Enigma ini.
Selamat buat Mas YudhiHer.
Yuditeha
Aktif di Komunitas Sastra Alit Surakarta
Sabtu, 30 November 2013
Wawancara tentang Enigma di Gradasi, edisi November 2013
1. Novel
terbaru MasYudhi sudah terbit,yaitu Enigma. Bagaimana proses penulisan dan
penerbitan novel tersebut?
Penulisannya saya
selesaikan sekitar 2 tahun yang lalu.
Prosesnya biasa saja.
Saya ingin membuat sebuah novel yang dikisahkan dari 5 sudut pandang. Dimana
kelimanya punya karakter yang berbeda.
2. Enigma
ini novel keberapa Mas Yudhi dan apa yang ingin dikisahkan ke pembaca?
Ini novel ke30 saya.
Yang ingin saya
kisahkan sebenarnya ada 3 hal besar. Walau memakai sub judul ‘tentang kisah
cinta dan sesuatu yang tak terjelaskan’, namun pada dasarnya ada 3 kejadian
besar yang saya ambil sebagai latar dari tokoh-tokohnya. Misalnya tentang kasus
pembunuhan wartawan Udin, kisah Sekte pertobatan Lia Aminuddin dan tentang
orang-orang kepercayaan para pejabat yang harus dihabisi karenan mengetahui
banyak dosa tuannya.
3. Bisa
dikatakan Mas Yudhi ini penulis serba bisa, istilahnya aneka warna, aneka rasa,
dengan beragam karya dan tema; cerpen,puisi novel dan esai. Juga tema sejarah,
komedi, cinta bahkan reliji, apa yang melatarbelakangi hal tersebut?
Intinya banyak-banyak
membaca. Tak membatasi genre apa pun.
Karena apa yang kita
tulis adalah apa yang kit abaca.
4. Apakah
ada target dalam menghasilkan karya dan bagaimana jadwal menulis Mas Yudhi?
Harus
selalu ada target ya.
Jadwal menulis saya di
jam kerja, di sela2 waktu saya mengurus percetakan saya. Bila kondisinya sedang
biasa, mengurus percetakan bisa selesai sekitar jam 11.00-12.00, selebihnya
saya pakai untuk menulis. Kalau kondisi percetakan sedang ramai bisa sampai
sore baru memulainya.
5. Mas
Yudhi adalah lulusan Jurusan Teknik
Arsitektur UNS, mengapa lebih memilih hidup dari dunia kemenulisan?
Awalnya prosesnya
tentu tidak disengaja. Tidak pernah di atur. Namun sejak SMP, sudah banyak
cerpen-cerpen saya yang dipublikasikan di beberapa majalah anak dan remaja.
Jadi prosesnya sambil jalan. Namun yang pasti di tengah kesibukan sekolah dan
kuliah, saya selalu menyempatkan untuk menulis, karena itu hal yang
menyenangkan buat saya.
6. Apa
yang membedakan penulis yang background
pendidikannya sastra dengan penulis lain?
Dulu saya bisa
menjawab pertanyaan ini. Namun sekarang setelah semakin banyak bertemu orang,
sepertinya tak bisa saya lihat bedanya. Perbedaannya tergantung personalnya saja.
7. Selain
aktif menulis, Mas Yudhi juga punya penerbitan dan aktif di komunitas sastra Pawon Solo, bagaimana
Mas Yudhi mengatur kesibukan itu?
Komunitas itu adalah
tempat bermain saya. Tentu tempat bermain itu selalu kita cari yang paling
nyaman dan menyenangkan. Sekarang hampir semua profesi selalu membentuk
komunitas, ada dokter, arsitek, dll. Dulu saya juga sempat bergabung di
komunitas pengusaha muda, namun setelah berjalannya waktu, komunitas penulis
dan sastralah yang lebih menyenangkan. Atas dasar itulah bergiat di komunitas
menjadi penting, dan akan selalu diupayakan untuk diluangkan waktunya.
8. Seberapa
penting fungsi komunitas sastra menurut Mas Yudhi?
Sudah saya jawab diIni
seperti tempat untuk melepas lelah, curhat, menggali informasi dan membantu
penulis-penulis baru. Satu lagi yang saya rasa penting adalah untuk saling
memotivasi.
9. Bagaimana
Mas Yudhi melihat geliat sastra di kota Solo?
Solo cukup berkembang.
Tapi bila dibandingkan dengan 5 tahunan lalu, geliatnya sepertinya masih kalah.
5 tahun lalu, beberapa komunitas Nampak aktif, namun sekarang tak lagi
terdengar gerakannya.
10. Menurut Mas Yudhi, minat membaca dan menulis
masyarakat Indonesia seperti apa, terutama remajanya? Dan apa yang ingin
disampaikan kepada penulis remaja(pemula)?
Tahun-tahun ini saya pikir semakin berkembang. Ini bisa
dilihat dengan banyaknya penulis-penulis muda yang tampil. Penerbit-penerbit
nampaknya memberi ruang yang cukup untuk remaja menulis. Ini artinya ada
pembaca yang menerima terbitan itu.
Untuk remaja saya pikir tak perlu berpikir terlalu jauh
dulu. Membiasakan membaca buku-buku bermutu akan membawa dampak yang positif,
Jadi membaca sebanyak-banyaknya saja. Jadikan itu kebiasaan yang menyenangkan.
Karena bila di waktu-waktu ke depan ada keinginan untuk menjadi penulis, hasil
membaca itu secara tak langsung merupakan sebuah proses belajar yang tak
dirasakan.
Langganan:
Postingan (Atom)