nanti pada
akhirnya
kau tak lagi
mengulurkan jemarimu pada jemariku
dan aku akan
mengerti
seperti
selama ini: aku mengerti
engkau akan
tetap tersenyum padaku
tapi tak
lagi membiarkanku mengecup titik keringat
yang menuju
ujung bibirmu
dan aku akan
selalu mengerti
karena
nanti, kau akan mencoba mengaburkan jejakmu
dan membuat
setapak baru yang tak kukenali
dan aku tak
akan mencoba mencarimu
aku akan
memilih jalan menikung
yang mungkin
terlalu rentan terlukis di peta
nanti, ya
nanti…
hingga suatu
saat, kita akan berdiri dengan jarak beberapa kotak keramik
: sebagai tempat kenangan kita
hanya saling
menatap, dan mungkin tersenyum
membiarkan satu
titik keringat tetap jatuh di ujung bibirmu
tak lebih…
tak lebih…
Itu adalah sajak
terakhirku untuknya.
Dan sejak
itu, aku tak lagi menulis sajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar