
Aura mistis, dan jiwa tokoh yang kuat.
Kupercaya bahwa buku memiliki jiwa yang tak bisa dientengkan begitu saja, ya,
enigma meyakinkan itu. Perkenalan keenamnya, Isara, Hasha, Kurani, Patta, Gaza, dan Chang mnyimpulkan satu hal :
Makanan membawa cerita baru. Peran lotek yang mengangkat budaya menjadikan
Enigma adalah kumpulan budaya yang menawan.
Keenamnya memiliki karakteristik yang
berbeda. Dan dengan berani Mas Yudi Herwibowo mempertemukan keenamnya dalam
satu novel yang dibungkus sedemikian rupa. Asri. Setiap tokoh membawa jiwa
masing-masing yang kemudian dikombinasikan dengan setting tempat yang
kuat akan magis. Rumah lantai dua, ayunan, dan epitaf-epitaf bisa bercerita
layaknya keenam lakonnya. Dan tokoh Isara membawa peran penting atas kebetahan
dua pasang mata, bermanja-manja dengan novel ini. Gambaran masa depan, sempat
ku bergumam ‘untung aku tidak merasakan apa yang Isara alami. Aku akan menjadi
orang yang tidak akan pernah tenang hidupnya. Kematian, pembunuhan, romantisme,
rasa putus asa, dan pelatuk pistol yang ditodongkan, bersiap mengakhiri hidup
seseorang. Ya, semua itu ada di pelupuk mata, yang meski terpejam bayangan itu
akan selalu hadir, akan hanya dirasakan olehku, sendirian.”
Patta, lakon yang paling tidak memiliki
jiwa, menurutku. Penokohannya seperti angin lalu, terombang-ambing. Tidak ada
khesan Patta yang tertinggal setelah menutup buku Enigma ini. Dan ketika
bercerita ulang lakon Patta, seperti tidak ada kekuatan apa pun. Mengalir
begitu saja. kehidupan terasa begitu rumit, dan ini baru dialamai oleh enam
tokoh. Aku jadi berfikir, bagaimana sibuknya Tuhan mengurusi miliaran manusia
dengan segala problema yang ditimbulkan. Untung saja jiwa malaikatku sudah
terlebih dahulu meneriakan alarm, “Tuhan itu lebih dari hebat”.
Tapi seandainya Isara lebih pintar
mengeja bayangan itu. Mungkin pernikahan palsunya dengan Patta tak kan pernah
terjadi, dan semuanya akan menjadi happy ending yang menyenangkan
setelah kematian tokoh yang beruntun. Jelas pernikahan palsu, nama apalagi yang
cocok jika pernikahan itu didasari oleh ketakutan atas ancaman
bayangan-bayangan sialan itu. Tidak, maksudku Isara tak cukup jeli bahwa
perasaan itu harus didasari rasa percaya. Ya, itulah enigma, teka-teki.
Chang membuktikan bahwa keyakinan, tak
peduli bersumber dari mana, asalkan hati menjadikannya sebagai penerimaan yang
akan membawanya pada zona nyaman, semuanya masih menjadi sesuatu yang patut ada
perjuangannya. Meski hingga menulis ini, gerangan, apakah agama yang dianut
Chang ? kematian terasa damai, meski dalam kobaran api yang ganas menyala.
Meluluh lantahkan apapun yang mencoba menghalanginya. Dan itu semua bertumpu
pada satu titik : kehadiran Tuhan, ketika kita mencoba tak mengambil jarak jauh
dengan-Nya akan membawa kepercayaan atas segala hal yang terjadi. Penerimaan
yang indah, dan tak terbantahkan oleh apa pun. Iman.
Bukan hanya bedebah tampan, tapi jika
boleh kutambahkan, dia adalah penjahat kelamin yang perlu dikasihani. Terlepas
dari kekejian apa yang Goza lakukan, sejarah dan masa lalunya membuat semua
orang akan sepakat memetik satu lembar hikmah yang sama : kelurga adalah
segalanya. Tak terbantah, jika kelakuan bejatnya pun karena dihasilkan oleh
kebejatan ibu bapaknya yang terlalu bodoh menyia-nyiakan pria tampan yang
berani seperti Goza. Mas, seandainya kebedebahan Goza bisa dituliskan dalam
berlembar-lembar kertas, lagi. Wanita itu, tak seharusnya terburu-buru menarik
pelatuk pistol untuk menyelesaikan sejarah penjahat kelamin ini. Dan lagi,
siapa wanita itu ? ahh.. enigma. Aku tak merasakan aura pertemanan dari sosok
bedebah ini, kecuali pada kejahatan dan nyawa manusia yang direnggutnya. Mereka
terlihat akrab.
Sosok Hasha yang kubayangkan tak
berperawakan tinggi, rapih, dan sentuhan kaca mata menambah khesan pahlawan
pena jenius yang siap menggoreskan sejarah keadilan, atas nama kebenaran.
Dengan kata, Hasha membuat para bedebah yang bersembunyi dibawah payung
pelindung kenegaraan, kocar-kacir kewalahan. Dan lagi, mengotori tangan mereka
yang ‘suci’ menjadi pilihan terakhir demi menutupi segala kebusakan yang
dilakukan. Mereka lupa, ada masanya saat dimana permainan itu harus dihetikan
dengan paksa ataupun sukarela. Meski lewat tubuh manusia yang hanya bisa
dihargai dengan jari dan pelatuk. Hasha, sosok yang terlalu pengecut untuk
sebuah perasaan. Dan lupa bahwa kepercayaan diatas segala-galannya.
Kurani,
Si mata bening yang tak tahu menahu atas apa yang terjadi. Karena
baginya perasannya pada Hasha sudah cukup menjadi jawaban atas teka-teki yang
dialami teman-temanya. Warung lotek, dan bangku panjang tak lagi menjadi cerita
menarik untuk gadis ini, karena sekali lagi, dunianya adalah ketika ia membawa
bungkusan siomay dan pecel lele yang kemudian disantap berduara dirumah Hasha dengan
cahaya temaran yang romantis.
Satu hal, manusia memang tempatnya
alpa, bahkan mengeja maksud bayangan, yang sudah gamblang Tuhan jelaskan pun,
tempat alpa itu masih saja tersedia. Mas, bolehkah ku bertanya, jenis
pertemanan apa ini ? enigma.
(Choerunnisa, Ciamis, santri kelas bahasa, Pare)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar