Rabu, 27 November 2013

Teka-teki Isi Hati, oleh Amir Syakib Arselan

Setelah membaca novel ini, kalau dimintakan pendapat dengan dua kata maka saya akan menjawab novel ini: terlalu kompleks. Hehe. Hal inidikarenakan ceritanya cepat dan konfliknya ‘gila.’ Apalagi secara pribadi saya harus bolak balik membacanya karena belum habis pemaparan terhadap satu persoalan sudah terhubung lagi dengan cerita sebelumnya, atau terpenggal begtu saja.Atau mungkin juga karena memang si pembaca ini pelupa ya.Hahaha.
Waktu yang terlewati saat membacanya hingga akhir, yang teringat di benak ini akan novel tersebutadalah selalu  tentang tokoh Isara dan Haza. Mengapa? Karena begitu kesalnya sayakepada mereka berdua. Penokohan Isara dan Haza dengan lingkaran masalah pribadi di antara mereka berdua sungguh membuat hati saya masgul. Kesal. Tidak kesal bagaimana, sudah jelas di awal-awal persahabatan berlima tersebut diantara mereka berdua sudah muncul sinyal-sinyal saling ketertarikan. Seharusnya salahsatu dari mereka berdua yang menyatakan ketertarikannya, entah dari pihak laki-laki ataupun dari pihak perempuannya. Apa salahnya  kalau memang Hasha terlalu ‘pemalu’, ya Isaralah yang mencoba mengungkapkannya. Malu. Ketakutan atau ketabuan menjadi kabur.

Kepekaan Ungkapan
Kalau saya melihat kasus ini pada realitas sosial, sungguh ini sering kali terjadi. Seharusnya banyak orang yang bisa bertemu dengan ‘soulmate’-nya andai semua insan bisa menggunakan kepekaannya dan memilikikeberanian alias ‘merdeka’ untuk mengungkapkan isi hatinya,Intinya: berani jujur. Eh, seperti kampanye anti korupsi  saja. Dengan keberanian mengungkapkan isi hati ini, maka bakal banyak pasangan-pasangan yang bakal berbahagia dengan pilihan hatinya. Dan jugabisa meminimalisir ‘korban’alaIsaradanHashaini. Goza pun mungkin akan segera tahu diri dan bisa mengambil sikap berbeda. Wah, ceritanya malah jadi lain dong ya?!
Permasalahan dari pasangan ini sangat berbeda kalau coba saya bandingkan dengan novelnya Marah Rusli yang berjudul Memang Jodoh, dengan tokohnya Hamli dan Radin. Dalam novelnya,Marah memperlihatkan tentang kekuatan dalam mencari belahan jiwanya. Dengan menentang adat masing-masing yang sangat kuat dan dengan “kepekaannya” membuat mereka bisa berjodoh. Dengan hati jernihnya  pula mereka berdua memperlihatkan keteguhan memegang prinsip.  Betapapun cobaan berat yang menimpa mereka bertubi tubi bisa dilaluinya dengan baik, sehingga pada akhirnya mereka “Memang Jodoh”
Oh iya, bukan maksud saya sengaja membandingkan isi novel Enigma kaya Yudhi Herwibowo dan Memang Jodoh karya Marah Rusli dalam hal mengambil potensi konflik percintaan antar tokoh utamanya, tetapi lebih keinginan untuk mengkritisi  kehidupan nyata yang saatiniterjadi di sekitarkita. Bahwa  mental-mental manusia kitamemang mengalami pergeseran yang sangat  tajam. Seperti yang tertuang dalam kedua Novel yang berbeda zaman tersebut.Bagaimana tidak, Hamli dan Radin berusaha segenap jiwa raganya untuk menyatakan, menyerukan, dan memperjuangkan isi hatinya. Dengan segala keteguhan hati mereka terus berusaha untuk ”mendapatkan” hal sesuai dengan yang terasa dalam hati dan pikirannya, bahkan mimpinya. Mereka bergiat menunjukan kekuatan yang ada dalam dirinya untuk mencapai “kebahagiaannya.” Sebuah realitas masa lalu yang teguh dan kukuh.
Sedangkan kisah Isara dan Hasha seperti mewakili realitas yang ada pada saat ini, dimana kekuatan mental untuk mennggapai cinta seperti tidak diusahakan sungguh-sungguh, Padahal kesempatan selalu ada. Keraguanjustrumenjadilingkaran yang mendominasi, dan malah mengorbankan orang-orang lain di sekitar mereka Manusia memang sering kali lebih suka mengabaikan keunggulan dirinya dan menepikan kesempatan. Lantas merasa sengsara. Tanpa sadar hidup menjadi melingkar-lingkar. Melelahkan. Jauh dari bahagia yang diimpikan, Kebahagiaan menjadi peristiwa yang ditunggu bukan diupayakan. Manusia pun tanggal rasa kepekaannya pada rasanya sendiri

Isyarat Masa Depan
Yang menarik juga bagi saya adalah tentang kelebihan Isara dalam melihat gambaran dalam diri orang lain dengan cara memegangtangan dan memejamkan mata.  Satu sisi Isara diperlihatkan tentang masa depan seseorang  meskipun dalam pecahan-pecahan gambar. Namundisisi lain Iamemiliki ketidakmampuan menafsirkan dengan pasti. Tetapi itu justru memperlihatkan satupemahanmendasarbahwahanya tuhan yang benar-benar tahu skenario apa yang bakal terjadi .
Kekuatan Isara ini mengingatkan saya pada film The Eye yang tokohnya buta. Ia mendapatkan kornea mata dari orang lain yang mendonorkanmatanya. Ternyata ketika dia bisa melihat bukan saja dunia nyata yang terlihat tetapi dunia ‘baru’ ikut menampakkan dirinya. Bahkan malaikat pencabut nyawa pun terlihat! Setelah dirinya mengetahui  bisa melihat hal-hal gaib, dia mencoba mencegah orang yang didatangi malaikat pencabut nyawa agar tidak mati. Tapi karena memang bukan “pengeksekusi” orang-orang tidak ada yang percaya. Mereka kerap menyebutnya gila, bahkan dituduh sebagai penyebab kematian.
Garis merahnya dengan kelebihan Isara ini adalahbahwa orang denganberbagaikondisidirinya, terutama yang berupa kelebihan, bisa membantu orang lain.Meskipun pada akhirnya tetaplah ketentuan itu adalah milik Sang Pemilik Ketentuan. Akhirnya semoga dengan membaca novel ini  banyak orang bisamenjadi “Merdeka”  terhadap hatinya dan banyak orang bisa mendapatkan “Belahan Kebahagiaannya”.
O iya, ini merupakanpengalaman pertama saya menulis atau mengomentari  dan mengulas  tulisan seseorang lewat tulisan. Dan ternyata, menulis tak semudah berbicara. Mendiskusikannya dalam sesi kelas Bahasa Indonesia. Hahaha. Dan yang penting lagi: HidupMenulis.


Amir Syakib ArselanPenulis adalah pembaca yang  tekun asal Kota Kembang. Santri part-time kelas Bahasa Indonesia khusus materi bedah buku. Bercita-cita menjadi penulis besar seperti namanya. 

NB: Love banget buat [un] affair,-nya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar