Pertama
kali maumembaca buku yang berjudul Enigma
ini, salah satu seniorku di kelas bahasa mengingatkanku supaya tidak
membaca cover belakang buku ini karena dia khawatir kalau aku akan kebingungan
dan akan terperangkap oleh kata-kata atau pun tulisan yang ada di cover
belakang buku ini. Karna ada sedikit
respek terhadap dia, ya sudah aku turuti
sarannya yang sebenarnya bertolak belakang dengan kebiasaanku.
Dengan
bermodal kebingungan yang masih menggelantung di pikiranku, aku buka lembaran
pertama buku ini dengan harapan semoga dengan membuka bukuini selembar demi
selembar aku menemukan jawaban atas kebingunganku. Lembar demi lembar aku raba,
mulai dari satuan, puluhan, bahkan ratusan lembar telah kujamah tapi tak satu
pun dari lembaran itu yang membantu. Aku mencoba mengalihkan kebingunganku
dengan mencari sesuatu yang baru. Apa sih maksud dan tujuan dari bukuini? Itu
pertanyaan pertama yang menyapaku. Karena belum ada jawaban, aku coba baca
lagi. Nah di babak yang kedua ini aku sedikit menemukan setetes jawaban dari
berbagai macam pertanyaan yang ada di
buku yang bagiku menyimpan banyak misteri ini. Satu yang pasti jangan pernah
mendahului kehendak Tuhan walau pun kita diberi kelebihan olehNya dari yang
lain. Buku ini juga mengajarkan satu hal padaku, bahwa manusia itu jauh lebih
sempurna dari malaikat. Karena dengan karena dengan kesempurnaannya itu manusia
bias menembus dan menerawang keinginan dan perasaan orang lain yang akhirnya
bermuara pada masa depan manusia itu sendiri. Tapi buku ini juga menunjukkan
bahwa manusia itu lebih serakah dan lebih bodoh dari malaikat dengan
kesempurnaannya sendiri.
Di samping itu
sesuai dengan judulnya Enigma, buku
ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat si pembaca harus menyusur
ilorong-lorong misteri untuk menemukan jawaban dari misteri yang terkandung
dalam buku ini. Misteri yang berawal dari nama-namas ipelaku yang kesemuanya
tak seorang pun yang berbau Jawa tapi tempat kejadiannya sangat kental sekali
dengan Jawa. Entah ini tujuan dari sang penulis untuk membawa si pembaca ke
alam lain atau memang karena si jiwa sang penulis memiliki tingkat imajinasi
yang begitu tinggi melampaui manusia-manusia lainnya, khususnya si pembaca.
Mengapa bukan Sutrimo, Karwo, atau bahkan Herwibowo? Kenapa mesti Hasha,Patta, Chang,
Goza, dan Isara, ya walau pun nama Isara di sini cocok dengan peran atau pun
kemampuan yang ia miliki..?
Alur cerita yang ada
dalam buku ini juga membuat si pembaca memaksakan dirinya masuk ke dalam enigma yang ada dalam buku ini sendiri.
Alur yang sebenarnya panjang menjadi pendek karena terputus oleh arus tarikulur
cerita antara yang di depan dan yang di belakang, yang di depan di tarik ke
belakang dan juga sebaliknya. Walau pun
keduanya masih berkesinambungan tapi tak mengurungkan pemikiran si pembaca tuk
bermesra-mesraan dengan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan sehingga daya
magnet yang seharusnya menjadi cirri khas sebuah novel untuk menariksi pembaca
larut ke dalam alur peristiwa yang menimpasi pelaku seakan-akan hilang.
Akhirnya bukan obrolan yang ada di antara saya (sipembaca) dan si Enigma ini melainkan sebuah caci maki.
Si pembaca goblok ga bisa membaca karena yang dibaca gila imajinasi.
Muntaha.
MR, Dari Pontianak, Kal-Bar. (Murid Bahasa Di Smart ILC Pare Kediri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar